Introduction
Berawal dari rindu..
Malam ini di sini hujan kembali. Tapi di sini aku tidak kebasahan, karena aku ada di kamar. Tepatnya di dalam kamar kotsan. Dan ini masih di Bandung.
Malam ini terbuat dengan suara TV di aula bawah. Dan suara hujan yang bertumbuk dengan atap. Tumbukan setengah lenting. Tetapi, dengan gaya yang sama. Walaupun berlawanan. Kali ini petir dan kilat tidak saling berkejaran. Dan walaupun begitu adanya, sudahlah pasti kilat lebih dulu sampai ke bumi. Karena memang kecepatan cahaya lebih besar dari cepat rambat bunyi.
Oh, tapi aku ingat. Ada yang lebih cepat dari cahaya. Rindu. Begitu Surayah bertwit. Dan benar. Aku kini Rindu kembali karena kangen. Tapi aku tidak tahu, sampaikah itu pada tempatnya? Kamu. Karena aku membuka-buka kembali folder photo yang kukira telahlah habis dimakan instal kemarin. Tapi terimakasih Google Photo. dengan sigap kau menyimpannya. Menyimpan photonya. Dan Aku menyimpan cerita di balik itu.
Ini mengenai cinta yang bertumbukkan setengah lenting. Aku begitu menyebutnya. Walau memanglah mungkin aku kurang peka atas penolakkannya, sehingga aku tetap memilihnya.
Ketika banyak orang menanyakan ke-peka-an pasangan mereka, apakah mungkin mereka juga tidak sadar dengan ketidak-peka-an dirinya? Aku terkadang berpikir begitu. Berpikir dengan bagaimana perasaanku sebenarnya. Tidak untuk menuntut banyak pada orang lain. Tapi menuntut diri untuk berguna, dan dapat dimanfaatkan orang lain.
Mr. M. Kita pura-pura saja namanya itu. Kau harus mengangguk iya. Entahlah dia akan menjadi masa depan, ataukah tersimpan dalam kenangan. Walaupun memang waktu akan tetap membuat kita bersama, kecuali memang kita sudah dihentikan.
Oh kalian harus tahu betapa sejak 2 tahun yang berjalan ini aku mencintainya. Dengan beberapa cara aku menunjukkannya. Dari yang tersembunyi, sampai yang terjelas. Sampai hampir semua orang aku beri tahu. Tujuannya tidak lain hanya supaya mereka tahu. Aku suka dia. Ha ha.. Dan bukan hanya itu, aku memberitahu agar ketika aku menyerah ada mereka yang mengingatkan. Walaupun banyak dari mereka yang sampai bilang "akhirilah!".
Memang tidak banyak yang aku lakukan. Terkadang sedikit mengganggunya. Sedikit marah. Sedikit ini. Sedikit itu. Tapi dia tetap diam.
Lama dan lama. Aku semakin seenaknya. Sepertinya aku menganggap dia benarlah aku miliki. Karena dia bisa jadi segalanya. Tempat aku bahagia. Tempat aku bersedih. Tempat kesenanganku walau hanya dengan menceritakannya. Karena dia tetap diam. Dan aku memanfaatkannya, tapi aku kehilangan kesadaran. 'Siapa dia yang kau anggap itu?'. Aku terkadang waras dengan keadaan ini. Ini seperti aku bicara kepada benda mati. Atau aku. Hatiku. Dan kinerja Otakku yang mematikan perasaan. Karena dengan itu, aku terlalu percaya dengan dia. Seakan aku tahu segalanya. Seakan dia yang menyuruhku begitu. Dan dengan itu aku mengangguk, menurutinya, Seperti kerbau yang sudah dicocok hidungnya. Mengikuti alurnya.
Memang tak bisa dipungkiri. Rasa cemburu itu ada. Dia yang hangat pada orang lain, sedangkan terhadapku biasa-biasa saja. Mungkin disini peka yang mereka katakan aku kekurangan. Tapi dan tapi lagi. Ada perasaan yang memerintahku untuk tetap begini.
Ah. Takkan habis bila terus mengeluhkan keadaan ini. Terimakasih telah memberitahu untuk memaknai apa itu mencintai. Intinya aku sekarang rindu. Apakah aku boleh mengundangmu untuk merasakan ini, Mr. M-ku?