Hanya Catatan saja!
Hai, Mr. M!
Bagimana kabarmu setelah sekian lama aku tak bertemu pandang dengamu? Kita sudah jarang untuk bertegur sapa. Biarlah begitu. Karena memang harusnya begitu.
Masih ingatkah kamu, ketika kita berada di Jakarta untuk Tour dalam Study?
Ketika itu di gerbang pintu awal kau yang membawa buku saku berkata "Ayo siapa yang mau pesan makanan!". Ketika itu kau menawari Ai dan aku yang berada disampingnya.
"Nasi goreng, dan jus!" itu pesanan Ai. Dan waktu itu aku masih berjalan dengan kamu yang berada di belakang.
"aku pesan hatimu saja!" ujarku yang kala itu spontan. Dan lalu, ketika dengan sengaja melihatmu wajahmu menjadi malas. Maafkan aku yang merubah suasana dirimu kala itu. Tapi aku tidak menyesal, karena memang itu adanya perasaanku terhadapmu. Walau Ai berbisik.
"sudahlah! kau memalukan!" Tapi sungguh aku rasa aku harus menyampaikan. Kukira aku menikmatinya, terserah kalau pun kamu tidak. Itu caraku, terserah bila duniamu terganggu. Memang itu salah satu tujuanku.
Dari sudut ruang kelas terkadang aku berusaha mencuri lihat sosok dirimu. Itu membuatku terkadang tertinggal materi, tapi dulu tak terpikir seperti itu. Bedanya kau seperti biasa saja dan kau mengerti. Tapi aku yang serius, hanya tetap bingung. Hingga waktu-waktu kita berkurang seiring dengan kurangnya kredit yang kuambil. Itu bukan salahmu, tapi itu karena cara pandangku. Aku senang jika melihat kau tersenyum, entah karena konyolnya aku. Atau kelakuan aku yang nyaris bodoh. Ah bahkan aku sangsi, kala itu kau tersenyum karena apa.
Suatu siang, aku kembali melihatmu. Kala itu entah kenapa kulihat kau tak fokus. Kalau aku, ya sudah pasti fokus. Fokus melihat dirimu. Kau terlihat mengantuk dan sekali-kali sampai kau tertunduk. Ha ha. Dan kau tahu, apa yang aku pikirkan?
'Ah Tuhan, ternyata dia masih golongan manusia!' ungkapku dalam hati. Oh bukan berarti aku menganggapmu sebagai yang lain. Bukan seperti malaikat yang tak bersayap seperti syair dalam puisi romatis. Aku kala itu berpikir, kau adalah robot yang sudah disetting. Ha ha. Kau yang serius. Seperlunya. Seperti dari sudut pandanganku. Ternyata bisa mengantuk.
Lalu apakah kau terganggu dengan pesan-pesan tidak jelasku yang terkirim kepadamu? Kukira kau tidak, karena kau biasa saja. Dan aku terkadang tersadar ketika pesan itu telah terkirim bahwa itu untuk apa lagi? Tapi, sadarku tak bisa kusesali. Pertemuan-pertemuan denganmu adalah yang paling aku hindari. Tapi, penguluran untuk menghindarimu adalah pertemuan tak sengaja kita. Sehingga itu membuat aku berpikir positif, yang kupaksakan. 'ini memang sudah diperintahkan bertemu!' dan mungkin nyatanya bisa saja itu 'ujian' bagiku.
Dalam catatan-catatan tak sengaja dalam buku kuliahku, kau tertulis sebagai 'Musim salju dan panas'. Salju karena kau dingin. Aku merasakan itu. Panas, karena dekat dengamu hatiku merasa hangat. Dan dengan kelakuan-kelakuan yang lain. Untuk kali ini mungkin aku anggap kau sebagai 'Obsesi'-yang tanpa expresi!-
Ini lebih dari sekedar punuk yang merindukan bulan. Punuk masih bisa menikmati bulan. Harusnya aku pun begitu. Tapi aku sekarang bagai punuk merindukan matahari. Bisa betemu, asalkan punuk bisa terbangun di siang hari. Tapi, Bukankah kau dapat menikmati matahari melalui bulan? Dan itulah caraku.
Kita berjalan pada waktu yang sama. Tempat yang berbeda. Kau menggenggam tangan yang kau pilih. Doaku adalah 'kebahagian untukmu!. Berada dimana detik ini adalah yang ada. Bernapas bersama.
Dan yang lalu telah menjadi masa lalu. Biarkan ini menjadi milikku! Milikmu? adalah sudut pandang menurut dirimu.
"Ketika kau kehilangan senja disini, maka masih ada senja ditempat lain. Jika kau kehilangan pagimu, masih ada pagi ditempat lain. Siang dan malam juga begitu. Tuhan menempatkan dan mengaturnya dengan penuh perhitungan!"
-Kau telah menemukannya, sedang ku masih mencari dimana keberadaanya. Dengan insting dari Tuhan. Mekanisme yang tak terbayangkan. Bahkan dimana keberadaannya pun tak bisa dibantu google maps-kecuali memang nanti ketika aku tahu alamatnya. Ha ha.
Di Bandung. 22 Maret 2016