Jumat, 13 November 2015

DALAM KENANGAN

Ini mungkin pindahan dari blog yang dulu. Tapi tak apa. selagi untuk mengenangmu..

Jika ditanya seberapa absurd dan seberapa tidak sopannya aku di dalam keluarga aku akan menjawab "TIDAK !". Ya, tidak. Tidak sedikit dan tidak pernah terlewatkan. Apalagi jika membicarakan antara Bapak dan aku.

Aku sama bapak memang jarang akur. Tapi, bisa dikatakan sangat dekat. Bukan karena asumsi anak perempuan akan dekat sama bapaknya. Tetapi memang kenyataanya seperti itu. Bapak itu orangnya tinggi besar, berkumis dan manis. Mungkin itu termasuk ganteng kalau kata mama. Walau pun begitu, beliau type orang cengeng. Gampang nangis. Dikit-dikit nangis, dikit-dikit nangis, lama-lama jadi bukit.

Semua orang hampir tahu cerita aku dan bapak. Sejak kecil aku sering digendong sama beliau, bahkan sering ditanggung dimasukkan ke dalam jangki--semacam kerajinan dari bambu, seperti bakul tapi agak besar-- ketika bapak mau jemput mama habis belanja dari pasar. Satu isi aku dan yang lain isi belanjaan. Jika kalian bertanya apa pekerjaan orang tua aku, maka aku akan menjawab "ibu bekerja sebagai pedagang, dan bapak seorang petani" itu dulu. Sekarang bapak tidak bekerja, beliau sakit.

Sampai disitukah? Tidak. Ketika aku masuk TKA, aku juga sering ditanggung pakai jangki jika musim hujan telah tiba dan aku berangkat bersama saudara. seperti biasa, satu buat aku dan yang lain buat sodaraku. Kadang aku tertawa ketika posisiku berada di depan, dan tidak rela ketika berada di belakang. Kami selalu bergerak, tanpa berfikir betapa beratnya kami dan betapa susahnya beliau melangkah. Apabila aku sendiri aku pasti digendong. mengingat jalan galengan yang licin dan becek. waktu itu jalan yang dekat hanya melewati sawah.

Bapak pasti menangis kalau aku lagi sakit, kalau aku kenaikan kelas. Ingat ketika mau wisudaan TKA.
"Pak, ini ada surat!" kataku sambil memberikan surat tersebut. Belaiu pun mengambil dan membacanya. Dan tiba-tiba...
"Alhamdulillah, anak bapak wisuda.." soraknya sambil menggendong aku tinggi. Mungkin bahagia karena pengorbanannya. Waktu itu aku tidak protes hanya ikut menangis dan mencium beliau. 'terima kasih'. Kenapa?? karena aku senang gak TKA lagi, aku SD.. dan itu pun berlanjut ketika kenaikan-kenaikan selanjutnya.

Hari-hari selalu dilewati dengan candaan-candaab kecil. Aku sering ngerjain kerajian bareng sama beliau. Beliau memang ahlinya, penuh dengan taktik dan kreatif. Hampir setiap kerajinan aku suka belajar pada beliau. Bahkan sampai pekerjaan laki-laki pun beliau ajarkan. agar tidak terlalu tergantung sama laki-laki, katanya. Dan aku bersyukur karena aku sekarang merasakan manfaatnya.

Menngenai ketidaksopanan, beliau terlalu sering memakluminya. Beliau sakit, darah tinggi dan kakinya bengkak. Sudah lama dan belum sembuh, mungkin capek waktu dulu. Karena keadaan beliau yang begitu aku sering meledeknya dengan..
"Pak, ayo lomba lari!!" sambil teriak.
"Pak ikut maen bola gih, kasian PERSIB belum menang" kataku kalau sedang nonton bareng. Dan banyak lagi, tetapi beliau hanya tersenyum walaupun kadang jawab.
"mau bantu gimana, larinya juga susah".
"iya ya. Pasti kalau bapak ikutan bakal cepet menang. Menangin kekalahan" hahahha dan kami pun tertawa bersama. Jika tidak begitu saya dengan senang hati meledeknya dengan cara menirukan cara beliau berjalan. Hah, gak banget kan? 'bapak, maaf!'

Masih denngan acara bermain dengan beliau. Pernah aku disuruh buat bawain jojodog --sejenis kursi namun pendek. Waktu itu bapak dan mama mau beresin kangkung buat di jual.
"At--nama panggilan-- bawain jojodog ke depan. Bapak sholat dulu!" katanya lalu tak lama dari itu beliau sholat. Ketika aku ke dapur aku nemu tangga lipat bekas benerin atap kira-kira tingginya 1,5 meter. 'ah, kasih ini aja!' kataku dalam hati. Bapak aku yang sholat di ruang depan dan aku sengaja lewat depan beliau. Aku tertawa sambil bicara "hahahah, ini pak jojodog-nya" aku simpan dan langsung pergi kabur. Walau begitu aku tetep bawa kursi karena memang aku bawa tangga buat dipindahin aja.

Sampai pada suatu hari. Aku main sama beliau. Jangan heran, aku bahkan sering main barbie waktu kecil dan aku sering kepangin rambut beliau. Bapak saya gak marah, hanya diam pasrah. Kali ini kami main Penjahat-penjahatan. Sudah pasti aku yangjadi penjahatnya. Aku bawa pisau. ahahaah.
"Hei, tunggu di sana!" gertakku sok galak. Bapakku cuma diam.
"Pilih Harta atau nyawa?" tanyaku. Lalu kalian mau tahu jawabannya.
"Buat anakku apa saja boleh. Mau harta bahkan sampai nyawa akan diberikan!" jawabnya. Aku langsung malu dan lemas. Namun pura-pura tegar.
"Ah Bapak mah gak rame ah maennya!" sambil meletakkan pisau aku bilang " kita udahan maennya." kataku lalu pergi. Padahal aku malu, aku mau nagis. Dan memang nangis tapi di luar. heheh.. 'terima kasih Bapak !"

Itulah orang tua, tak diminta punmeereka akan memberikan jika ada. Dan aku beruntung bisa hadir diantara mereka. Walau dengan keanehan-keanehan tapi aku ingin mereka tetap tertawa bersamaku. Memperlihatkan tangis sedih dan bahagia kepadaku. Walau pun aku memperlihatkannya dengan cara yang lain.
Tak ada yang dapat ku ungkapkan untuk beliau selain TERIMAKASIH telah bersamaku. MAAF sering mengecewakanmu. AKU SAYANG, BAPAK !!!

"terimakasih"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar